Sabtu, 19 Mei 2012

Destiny Of Love


Chapter 1


Indah. Sekiranya satu kata itu yang terdapat di pikirannya saat ini. Tak bosan bosannya ia memperhatikan berjuta bintang yang memenuhi langit sangat mengagumkan. Tak tahu apa yang harus ia katakan selanjutnya untuk memberitahu kalian bahwa dia benar benar sangat bahagia hari ini.


“Malam inilah yang selalu ku tunggu kehadirannya.


Secarik air mengalir di matanya yang di selimuti senyuman bertanda ia menangis bukan karena kesedihan. Ia eratkan lagi tangannya yang kini merangkul kakinya sendiri.


Dingin. Angin. Cahaya yang menyinarinya terasa begitu nyaman. Sesekali di usapnya air mata yang terus berjatuhan dengan seulas tawa kecil di bibir mungilnya.


Sesaat ia teringat sesuatu dan segera mengambil earphone yang berada di meja tempat tidurnya. Kembali ia keluar dan duduk di kursi balkon yang sengaja di sediakan pemilik apartement.


Seperti biasa. Tak lupa akan kebiasaannya saat ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Mendengarkan alunan lagu kesukaannya.


Hangat. Entah mengapa kali ini air matanya terasa begitu hangat jatuh mengenai punggung tangan yeojya itu.


Baiklah, Lee Sungmin. Itulah namanya. Seorang gadis berumur 18 tahun. Senang rasanya ia dapat merasakan udara kebebasan seperti yang ia rasakan saat ini.


Bagaimana tidak?


Bertahun-tahun ia hidup di daerah terpencil di Korea Selatan. Jauh dari hiruk pikuk penduduk yang setiap paginya bergegas untuk menjalani hari dengan seulas senyuman. Tetapi sebaliknya, bukan senyuman yang terpampang setiap paginya, melainkan raut wajah kesedihan yang selalu terukir di wajah manisnya itu.


Sejak kecil sampai 1 tahun silam hidupnya sangat menderita. Ia dibesarkan oleh seorang ajusshi  yang dapat dikatakan sama sekali tidak menyayanginya bahkan kerap kali menyakitinya.


Di umurnya yang dini, sekitar 9 tahun, ajusshi itu memaksa gadis bernama Sungmin itu bekerja. Entah itu menjadi seorang pengemis di jalanan, mengangkut barang orang orang di pasar atau sejenisnya yang dapat dikategorikan ‘tidak layak’. Dan semenjak usia Sungmin genap 14 tahun, ajusshi gila itu memperkerjakan Sungmin pada pekerjaan yang dianggapnya lebih menguntungkan. Seperti bekerja menjadi pelayan restorant dan menjadi office girl di salah satu rumah sakit.


Setiap hari ia harus banting tulang demi laki-laki berumur yang pekerjaannya hanya mabuk-mabukan, memukulinya apabila tidak melakukan apa yang dia inginkan.


Kendati demikian, Sungmin bukanlah typecal gadis yang cengeng atau mudah menyerah. Ia mengerjakan semua itu sepenuh hati hanya untuk ajusshi yang ia anggap sebagai appa nya.
Walupun hanya siksaan dan makian yang ia terima dari sosok seorang appa itu. Karena percuma, apabila ia melawan, tidak akan ada gunanya. Dan pada akhirnya ia hanya dapat menangis dengan luka yang ia rasakan di sekujur tubuh mungilnya.


Bayangkan saja! Apa yang bisa ia lakukan saat itu? Ia hanya gadis kecil yang baru tumbuh dan tidak tahu apa-apa yang seharusnya mendapat perhatian dan kasih sayang dari sesosok appa atau eoma nya. Apa dia mampu melawan lelaki yang kekar bahkan mampu beromong kosong setiap kali tetangganya menanyakan “Mengapa wajah Sungmin lebam seperti itu? Apakah ada yang memukulinya?”


Jawabannya, tidak mungkin. Benar bukan?


Oleh karena itu, ia tidak pernah melawan dan membiarkan semua itu terjadi padanya. Sungmin merasa, ia dapat sekolahpun itu sudah suatu keberuntungan baginya.


Walaupun didalam hatinya terbersit suatu pertanyaan mengapa appa nya tidak seperti appa teman-temannya di sekolah. Yang menyayanginya dan tidak pernah memaksa anaknya untuk bekerja atau bahkan memukulinya.


Tetapi, ia sama sekali tidak mempunyai keberanian untuk menanyakan semua itu. Karena Sungmin tahu, itu semua hanya memperburuk keadaan. Jangankan menanyakan hal yang kesannya merendahkan seperti itu, bertanya sesuatu tentang dimana eoma nya pun saja ia akan berakhir dengan tanda kebiruan di wajahnya dan ingatan dimana appa nya berkata kasar.


“Dasar kau anak yang tidak tahu diuntung! Enyahlah dari hadapanku, dasar bodoh!”


Sakit.


Tepat sekali. Hanya rasa sakit yang dirasakannya. Di umurnya yang masih kecil, ia harus menjalani hidup yang sangat kelam penuh dengan makian, siksaan, dan isakan.


Miris bukan?


Tetapi ternyata dibalik semua itu Tuhan mempunyai rencana lain...


Flasback


Malam itu, seorang gadis manis berpakaian kemeja putih yang di bagian lengannya ia lipat sampai ke siku, celana jeans yang terlihat sangat cocok dengan kaki panjangnya dan rambut yang ia ikat seadanya sedang berjalan dengan gontai dipinggir jalan membawa tas gendong yang selalu ia pakai untuk sekolah. Ia berniat untuk pulang setelah bekerja seharian di rumah sakit tempat ia mencari uang.


Sesuai rencananya, hari itu adalah hari ia menerima upah dari hasil kerja kerasnya dan segera memberikan uang itu kepada appa yang pasti telah menunggu-nunggu kepulangannya.


Tetapi yang terjadi kini sungguh diluar rencananya. Ia ingat bahwa hari itu ia harus membayar admisitrasi masuk ke Universitas. Dan dengan berat hati, ia harus menghabiskan uang itu untuk keperluan sekolahnya. Tentu saja tanpa sepengetahuan laki-laki yang berada dirumahnya kini.


Biarlah, apabila lagi-lagi ia harus dipukuli appa nya. Toh, bukannya ia sudah biasa menerima kepalan tangan yang kapan saja dapat membuatnya merintih kesakitan itu.


“Apa kau bilang?”


Plakkk!


“Beraninya kau pulang tanpa membawa uang sepeser pun, hm?”


Buaghhh!


Entah keberapa kalinya laki-laki mabuk itu memukuli gadis yang kini tengah menangis kesakitan.


“Maafkan aku hikss..”



Gadis itu hanya dapat memojokan dirinya di salah satu sudut ruangan rumah tua nan kumuh itu.


Kali ini benar-benar berbeda dari biasanya, ajusshi itu tak ada henti-hentinya memukuli gadis yang bernama Sungmin itu.


Sungmin sudah tak tahan lagi sekarang, dengan keadaan tubuhnya yang penuh dengan luka dan darah, rambutnya yang sangat kacau, ia mencoba berlari keluar rumah dengan tenaga yang masih tersisa. Ajusshi itu kini dalam keadaan yang sangat mabuk. Ia tidak menyadari bahwa seseorang yang sedari tadi ia pukuli itu, kini sudah tak ada lagi dihadapannya.


Dengan nafas yang terengah-engah, mata yang sayu, dan cara berjalan yang tak mampu berdiri lagi, ia membuka kasar sebuah pintu dan melihat 2 orang pemuda yang berada didalam ruangan itu dengan mengenakan seragam polisi tengah menatap Sungmin terkejut sebelum pemandangan dimatanya kini menjadi gelap.


“Tolong aku”


Sungmin tergeletak pingsan dipintu itu dihadapan 2 orang polisi yang sekarang tengah menolongnya.


Flashback off


Ya. Sekiranya itu yang masih teringat lekat di otaknya. Sesuatu hal yang ia sendiri tidak manyangka ia akan melakukan semua itu.


Melaporkan appa sendiri kepada pihak yang berwajib. Tapi chakkaman! Orang biadab itu bukanlah appa nya.


Semenjak saat dimana Sungmin datang ke kantor polisi 1 bulan yang lalu, akhirnya ia mendapatkan jawaban dari satu pertanyaan yang selalu terlintas di hatinya. Sebab mengapa ajusshi yang ia panggil appa itu tidak menyayanginya, memperkerjakannya secara paksa, dan tak jarang memukulinya itu karena ia bukanlah appa kandungnya. Ternyata, selama ini Sungmin adalah korban penculikan. Lelaki tak bermoral itu yang mengaku sendiri saat ia tengah diintrogasi.


Sungmin benar-benar tidak menyangka, selama ini ia bekerja keras hanya untuk menghidupi seseorang yang telah menjauhkannya dengan keluarga kandungnya, dan merampas masa kanak-kanak yang seharusnya ia lalui dengan senyuman manja seperti teman-temannya di sekolah.


Sungmin sungguh membenci laki-laki yang selama ini ia anggap sebagai appa nya itu.


Tetapi, terdapat satu hal yang membuat Sungmin lebih membencinya. Laki-laki itu sama sekali tidak mengingat siapa keluarga Sungmin dan dimana ia menculik Sungmin. Tidak salah! Minuman keras itulah yang menjadi salah satu faktor penyebab saraf di dalam otak bagian tengahnya terganggu, selain usia. Sehingga menyulitkan untuk mengingat kejadian yang sudah 18 tahun berlalu lamanya.


Meski laki-laki itu kini mendapat hukuman penjara yang setimpal tetapi tetap saja jauh tidak akan mampu membalas semua yang semua Sungmin rasakan. Rasa sakit di tubuhnya maupun rasa sakit didalam hatinya.


Tetapi, Sungmin kini tak mau mengingat kehidupan lamanya yang begitu ironis. Ia memutuskan untuk menikmati dunianya saat ini. Ia benar-benar sangat senang dengan apa yang didapatnya kini.


Ia dipindahkan ke Seoul untuk melanjutkan kuliahnya dan menjalani masa depannya di kota yang tidak pernah tidur itu, setelah 1 bulan ia tinggal dirumah sakit akibat luka yang dideritanya cukup serius.


Dan di tempat inilah ia sekarang.


Duduk di sebuah kursi balkon apartement mewah yang disediakan khusus untuknya. Ia sangat tidak menyangka, ternyata ada saatnya apa yang dia inginkan terpenuhi. Itulah penyebab garis lurus bening mengalir di mata indahnya saat ini.


Dilihatnya sesuatu yang bulat melingkar di tangan kirinya. Tepat pukul 20.15 malam.


“Hm, besok adalah hari pertamaku masuk kuliah. Sebagai anak yang disiplin, tentu saja aku tidak boleh terlambat.”


Benar. Sungmin termasuk salah satu siswi pintar dan terkenal baik kedisiplinannya saat ia duduk di bangku sekolah. Walaupun, ia terlihat sederhana dan tidak banyak tingkah tetapi teman-temannya sangat menghargainya. Sungmin dipandang baik oleh semua isi sekolah. Anak itu selain cantik dan pintar tetapi juga sangat menguasai matrial arts. Entah dari mana ia belajar mengenai olahraga yang terbilang extrime itu. Yang jelas, ia sering disebut dengan sebutan ‘primadona’.


Lihatlah! Sungmin benar-benar memiliki paras yang cantik. Kulit putihnya yang lembut, bibir plump nya yang merah berbentuk huruf ‘M’, kaki jenjangnya yang sangat pas dengan sosok seorang Lee Sungmin. Walaupun, terkadang teman-temannya merasa aneh dengan wajah Sungmin yang tak jarang terdapat banyak luka lebam.


Namun demikian, luka lebam itu tak menghalangi kecantikannya yang tiap hari semakin bersinar atau bahkan mengurangi jumlah teman laki-laki di sekolahnya yang selalu memandangi Sungmin dengan tatapan ‘bodoh’. Ya, begitulah Sungmin menyebutnya.


Sungmin melangkahkan kakinya masuk kedalam dan menutup pintu balkon. Tak lama setelah itu, Sungmin merebahkan tubuhnya di tempat tidur.


Mimpi indahlah Lee Sungmin~


Mata foxy itupun kini terpejam.

.


Pada waktu yang sama, namun di tempat yang berbeda. Terlihat seorang pemuda menatap sebuah benda dengan tatapan meremehkan.


“Huh, apa-apaan yeojya itu? Sembarangan sekali membuatkanku makanan yang entah terjaga atau tidak kebersihannya seperti ini?”


Dilemparkannya kotak makan itu ke tempat sampah yang berada tak jauh dari sofa yang ia duduki saat ini.


“Kau tidak pernah berubah Kyu!”


Terlihat sesosok namja tengah berdiri dengan kopernya di pintu rumah mewah itu.


“Shindong Hyung!”


Seseorang yang dipanggil Kyu itu menoleh dan betapa terkejutnya ia melihat sepupu yang lama tinggal di Jepang itu kini berada di hadapannya.


“Mendadak sekali, eoh? Beraninya tak memberi kabar terlebih dahulu”


Kyu segera berlari dan memeluk hyung yang sangat ia rindukan itu.


“Semua ini karena salahmu! Siapa bilang aku tak memberi kabar bahwa aku akan ke Korea? Apa kau sama sekali tidak sadar dengan ponselmu itu?”


Shindong memalingkan wajahnya bertindak seolah-olah ia sedang marah pada namja yang berada di depannya.


“Ponsel? Ah ! Mian hyung. Aku meninggalkannya di mobilku!”


Ia memukul dahinya sendiri.


“Karena kau aku jadi harus mengeluarkan uangku untuk membayar supir taxi itu. Ya sudah lupakan! Anggap saja aku sedang berbaik hati kali ini.”


Shindongpun kini berjalan menuju sofa dan merebahkan tubuhnya. Mengeluarkan rasa lelah yang ia rasakan sejak dari airport Incheon itu.


Sedangkan sepupunya, Kyu pergi menuju dapur dan tak lama kemudian ia membawakan segelas jus buah berwarna orange.


“Untukmu! Anggap saja ini sebagai tanda permintaan maafku!”


“Ternyata masih ada secuil kebaikan yang terselip di hati iblis sepertimu, hm?”


Shindong meminum air yang berada di hadapannya tanpa memperdulikan tatapan mematikan dari sepupu yang duduk di sampingnya.


“Lalu bagaimana dengan karirmu, Kyu?”


“Melaju dengan pesat. Banyak sekali yang mengharapkan aku datang menjadi bintang tamu dalam setiap acaranya. Tawaran bermain film pun memenuhi agendaku.”


Shindong meliriknya.


“Kau tahu Kyu? Bahkan sekarang kau menjadi bahan perbincangan di Jepang. Kau sangat terkenal dalam bidang suara atau acting mu. Harus ku akui, aku bangga menjadi sepupu seorang Cho Kyuhyun.”


Kyuhyun menyeringai menampakan aura seorang aktrist yang sedang di kerumuni kesuksesan saat ini.


Biar kujelaskan, Cho Kyuhyun. Ia adalah seorang penyanyi dan aktor yang sangat tampan dan bertalenta. Dengan suara emas dan parasnya yang rupawan, tak menutup kemungkinan ia termasuk aktrist paling top di Korea Selatan. Hidupnya sangatlah sempurna.


Shindong kini tengah mendapati sebuah kotak yang berada di tempat sampah di samping televisi di depannya.


“Barang apa yang sempat kau lemparkan tadi, eoh?”


“Hm? Barang apa?”


“Itu !”


Shindong menunjuk-nunjukan jarinya ke tempat dimana kotak itu berada.


“Oh ! itu makanan dari seorang penggemar wanita yang sengaja menemuiku di lokasi syuting tadi siang.”


Kyuhyun berbicara dengan wajah malas.


“Mengapa kau membuangnya?”


“Lalu apa yang harus kulakukan selain membuangnya? Mengotori rumahku saja.”


Terdengar suara decihan dari mulut namja berwajah tampan tersebut.


“Sampai kapan kau akan terus begini? Kau tidak berniat mempunyai seorang wanita?”


“Untuk apa? Hidupku ini sudah sempurna, hyung. Semua wanita sama saja. Membosankan. Mereka hanya akan menodai hidupku.”


Shindong menatapnya malas.


“Tidak semua wanita sama seperti apa yang kau pikirkan. Satu diantara mereka pasti ada yang akan menarik perhatianmu dan kupastikan dia tidak akan menerimamu begitu saja.”


“Benarkah? Nugu? Asal kau tahu hyung, semua yeojya bisa dengan mudahnya ku dapatkan jika aku mau.”


“Kau terlalu percaya diri Kyu.”


Shindong menepuk bahunya sekilas sebelum berdiri dan meninggalkan Kyuhyun yang menatapnya horor.


“Bisa-bisanya dia berkata seperti itu? Bahkan dirinya sendiripun lebih menyedihkan. Sudahlah, aku harus bersiap-siap untuk kuliahku besok.”


Kyuhyun pun segera menaiki tangga menyusul sepupunya Shindong berniat untuk tidur.


To Be Countinued



Terima Kasih
By : Dewi Suharyanti








Minggu, 04 Maret 2012

Cerpen " Selembar Uang"



Night World!
Posting pertama di tahun 2012. Mudah-mudahan bermanfaat J

“ SELEMBAR UANG “

          Langkah demi langkah ku jalani tanpa ada pikiran sedikitpun menuju sekolah. ku berjalan dibawah hangatnya sinar mentari yang menghangatkanku. Karena memang jarak antara rumah dan sekolahku tidak begitu jauh. Dan setelah ku pikir pikir kembali, ternyata jalan kaki itu selain hemat juga menyehatkan kakiku. Sambil tersenyum, ku sapa setiap orang yang bertemu denganku. Begitu halnya dengan Bu Warni si pemilik toko di samping sekolahku, yang rutin setiap paginya ku sapa.
            pagi bu! Jsapaku
pagi nak!terlihat sebercik cahaya mentari yang menyinari matanya begitu indah.
            Bu Warni adalah janda berkepala empat yang hidup sebatangkara karena ditinggal suaminya meninggal tanpa dibuahi anak satupun. Hanya toko itulah satu-satunya peninggalan suami bu Warni yang membuat ia semangat untuk tetap tersenyum. Aku merasa kagum kepadanya. Dia adalah sosok wanita yang sangat tegar. Karena, tak sedikit pun kesedihan yang terpancar dari raut wajahnya. Kesedihan yang begitu mendalam, seakan akan ia tutupi dengan sejuta senyuman.
            permisi ya bu?kataku kemudian
            oh iya nak, silahkan!jawabnya.
            Aku pun tersenyum dan melanjutkan langkahku menuju sekolah. Saat asyik berjalan tak jauh dari toko bu Warni, tiba-tiba langkahku terhenti ketika ada sesuatu yang hinggap di dalam pikiranku.
            apa ya?pikirku kebingungan
            Dan tak lama kemudian aku pun ingat.
astaga! Uang! Aku lupa membawa uang! Aduh, bagimana ini?gerutuku dalam hati.
            Aku pun mulai panik. Dan dengan perasaan yang resah, gelisah, dan gundah ku periksa kembali saku rok, baju, dan kantong tasku. Ternyata benar, tak sepeser uang pun yang ku temukan. Dan aku pun mulai berpikir.
apabila ku kembali kerumah dan mengambil uang, aku pasti akan terlambat. Dan aku sangat tidak mau itu terjadi. Tapi apabila aku melanjutkan lagkahku kedepan dengan tidak membawa uang sepeser pun, bagaiman dengan iuran kelompok yang harus ku lunasi?
            Tak jauh dari lokas tempat aku berdiri, sekitar 3 m tepat dihadapanku. Aku melihat ada selembar kertas. Dan aku pun menghampirinya. Kertas itu rupanya seperti uang berwarna merah muda dengan bertuliskan dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, Bank Indonesia mengeluarkan uang sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai seratus ribu rupiah
            oh no!sontakku terkejut
            Dan tanpa berpikir panjang lagi, ku injak uang itu. Dan setelah keadaan di sekelilingku terlihat sepi, barulah ku bergegas mengambi uang yang sangat berharga itu mengingat pelitnya orang tua ku belakangan ini.
wah! Sepertinya hari ini adalah hari keberuntunganku.gumamku dalam hati.
            Dan dengan wajah yang berseri-seri, ku langkahkan kembali kakiku dengan penuh senyuman. Dan sesampainya di sekolah, tak lupa ku ceritakan keberuntunganku itu kepada salah satu temanku, Dina.
hah? Serius? Kamu menemukan uang itu dimana?terkejutnya ia setelah mendengar ceritaku itu.
aku menemukannya di jalan tak jauh dari toko bu Warni, Din!jelasku kepadanya.
ya ampun Dewi, seratus ribu itu kan bukan uang yang sedikit? katanya
maka dari itu aku namakan hari ini sebagai hari keberuntunganku. Kebetulan sekali, hari ini aku lupa membawa uang, Din! jawabku senang.
tapi Wi, seharusnya kamu jangan mengambil uang itu! Nanti kamu dosa lho!terus Dina menakut nakuti ku.
            loh? Memangnya mengapa Din? tanyaku heran
kamu tidak berhak mengambil uang itu. Karena uang itu bukan punyamu. Dan kamu tidak boleh mengambil sesuatu yang bukan milikmu. Bagaimana perasaanmu jika kamu menjadi si pemilik uang itu dan kamu mengetahui bahwa uangmu yang nominalnya lumayan besar itu pun hilang, sedangkan disisi lain kau sangat membutuhkannya? Sedih, bukan? nasehat Dina panjang lebar.
            kamu benar, Din. Aku pasti akan merasa sedih. L sadarku lirih.
ya sudah, sebaiknya kau pergi ke masjid. Lalu kau masukan saja uang itu kedalam kotak amal. Tak mungkin apabila kita cari pemilik uang itu. Karena kau temukan uang itu di tempat yang cukup ramai. Nah, setelah itu bergegaslah shalat duha dan berdoalah agar pemilik uang itu di berikan rezeki yang lebih saran Dina kepadaku.
tapi Din? Bagaimana dengan iuran kelompok kita yang harus ku bayar? pikirku kemudian
tenang saja, jangan terlalu kau pikirkan. Kau boleh membayarnya besok.
            oh terima kasih, Din!
            iya sama sama!
            Setelah Dina memberikan saran tersebut, dengan tidak membuang buang waktu lagi aku pun pergi ke masjid untuk memasukan selembar uang yang ku temukan kedalam kotak amal. Dan semenjak saat itu, aku sadar bahwa aku tidak boleh mengambil sesuatu yang bukan milikku. Karena aku tidak berhak, walaupun aku sangat membutuhkannya.

Pengarang :
Dewi Suharyanti

Terima Kasih