Chapter 1
Indah.
Sekiranya satu kata itu yang terdapat di
pikirannya saat ini. Tak bosan bosannya ia memperhatikan berjuta bintang yang
memenuhi langit sangat mengagumkan. Tak tahu apa yang harus ia katakan
selanjutnya untuk memberitahu kalian bahwa dia benar benar sangat bahagia hari ini.
“Malam inilah yang selalu ku tunggu
kehadirannya.“
Secarik air mengalir di matanya yang di
selimuti senyuman bertanda ia menangis bukan karena kesedihan. Ia eratkan lagi
tangannya yang kini merangkul kakinya sendiri.
Dingin. Angin. Cahaya yang menyinarinya
terasa begitu nyaman. Sesekali di usapnya air mata yang terus berjatuhan dengan
seulas tawa kecil di bibir mungilnya.
Sesaat ia teringat sesuatu dan segera
mengambil earphone yang berada di
meja tempat tidurnya. Kembali ia keluar dan duduk di kursi balkon yang sengaja
di sediakan pemilik apartement.
Seperti biasa. Tak lupa akan
kebiasaannya saat ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
Mendengarkan alunan lagu kesukaannya.
Hangat. Entah mengapa kali ini air matanya
terasa begitu hangat jatuh mengenai punggung tangan yeojya itu.
Baiklah, Lee Sungmin. Itulah
namanya. Seorang gadis berumur 18 tahun. Senang rasanya ia dapat merasakan
udara kebebasan seperti yang ia rasakan saat ini.
Bagaimana tidak?
Bertahun-tahun ia hidup di
daerah terpencil di Korea Selatan. Jauh dari hiruk pikuk penduduk yang setiap
paginya bergegas untuk menjalani hari dengan seulas senyuman. Tetapi
sebaliknya, bukan senyuman yang terpampang setiap paginya, melainkan raut wajah
kesedihan yang selalu terukir di wajah manisnya itu.
Sejak kecil sampai 1 tahun
silam hidupnya sangat menderita. Ia dibesarkan oleh seorang ajusshi yang dapat dikatakan sama sekali tidak
menyayanginya bahkan kerap kali menyakitinya.
Di umurnya yang dini, sekitar 9
tahun, ajusshi itu memaksa gadis
bernama Sungmin itu bekerja. Entah itu menjadi seorang pengemis di jalanan,
mengangkut barang orang orang di pasar atau sejenisnya yang dapat dikategorikan
‘tidak layak’. Dan semenjak usia Sungmin genap 14 tahun, ajusshi gila itu memperkerjakan Sungmin pada pekerjaan yang
dianggapnya lebih menguntungkan. Seperti bekerja menjadi pelayan restorant dan
menjadi office girl di salah satu
rumah sakit.
Setiap hari ia harus banting
tulang demi laki-laki berumur yang pekerjaannya hanya mabuk-mabukan,
memukulinya apabila tidak melakukan apa yang dia inginkan.
Kendati demikian, Sungmin
bukanlah typecal gadis yang cengeng
atau mudah menyerah. Ia mengerjakan semua itu sepenuh hati hanya untuk ajusshi yang ia anggap sebagai appa nya.
Walupun hanya siksaan dan
makian yang ia terima dari sosok seorang appa
itu. Karena percuma, apabila ia melawan, tidak akan ada gunanya. Dan pada
akhirnya ia hanya dapat menangis dengan luka yang ia rasakan di sekujur tubuh mungilnya.
Bayangkan saja! Apa yang bisa
ia lakukan saat itu? Ia hanya gadis kecil yang baru tumbuh dan tidak tahu
apa-apa yang seharusnya mendapat perhatian dan kasih sayang dari sesosok appa atau eoma nya. Apa dia mampu melawan lelaki yang kekar bahkan mampu
beromong kosong setiap kali tetangganya menanyakan “Mengapa wajah Sungmin lebam
seperti itu? Apakah ada yang memukulinya?”
Jawabannya, tidak mungkin.
Benar bukan?
Oleh karena itu, ia tidak
pernah melawan dan membiarkan semua itu terjadi padanya. Sungmin merasa, ia
dapat sekolahpun itu sudah suatu keberuntungan baginya.
Walaupun didalam hatinya
terbersit suatu pertanyaan mengapa appa
nya tidak seperti appa teman-temannya
di sekolah. Yang menyayanginya dan tidak pernah memaksa anaknya untuk bekerja
atau bahkan memukulinya.
Tetapi, ia sama sekali tidak
mempunyai keberanian untuk menanyakan semua itu. Karena Sungmin tahu, itu semua
hanya memperburuk keadaan. Jangankan menanyakan hal yang kesannya merendahkan
seperti itu, bertanya sesuatu tentang dimana eoma nya pun saja ia akan berakhir dengan tanda kebiruan di
wajahnya dan ingatan dimana appa nya
berkata kasar.
“Dasar kau anak yang tidak tahu diuntung! Enyahlah dari
hadapanku, dasar bodoh!”
Sakit.
Tepat sekali. Hanya rasa sakit
yang dirasakannya. Di umurnya yang masih kecil, ia harus menjalani hidup yang
sangat kelam penuh dengan makian, siksaan, dan isakan.
Miris bukan?
Tetapi ternyata dibalik semua
itu Tuhan mempunyai rencana lain...
Flasback
Malam itu, seorang gadis manis berpakaian kemeja putih
yang di bagian lengannya ia lipat sampai ke siku, celana jeans yang terlihat
sangat cocok dengan kaki panjangnya dan rambut yang ia ikat seadanya sedang
berjalan dengan gontai dipinggir jalan membawa tas gendong yang selalu ia pakai
untuk sekolah. Ia berniat untuk pulang setelah bekerja seharian di rumah sakit
tempat ia mencari uang.
Sesuai rencananya, hari itu adalah hari ia menerima upah
dari hasil kerja kerasnya dan segera memberikan uang itu kepada appa yang pasti
telah menunggu-nunggu kepulangannya.
Tetapi yang terjadi kini sungguh diluar rencananya. Ia
ingat bahwa hari itu ia harus membayar admisitrasi masuk ke Universitas. Dan
dengan berat hati, ia harus menghabiskan uang itu untuk keperluan sekolahnya. Tentu
saja tanpa sepengetahuan laki-laki yang berada dirumahnya kini.
Biarlah, apabila lagi-lagi ia harus dipukuli appa nya.
Toh, bukannya ia sudah biasa menerima kepalan tangan yang kapan saja dapat
membuatnya merintih kesakitan itu.
“Apa kau bilang?”
Plakkk!
“Beraninya kau pulang tanpa membawa uang sepeser pun,
hm?”
Buaghhh!
Entah keberapa kalinya laki-laki mabuk itu memukuli gadis
yang kini tengah menangis kesakitan.
“Maafkan aku hikss..”
Gadis itu hanya dapat memojokan dirinya di salah satu
sudut ruangan rumah tua nan kumuh itu.
Kali ini benar-benar berbeda dari biasanya, ajusshi itu
tak ada henti-hentinya memukuli gadis yang bernama Sungmin itu.
Sungmin sudah tak tahan lagi sekarang, dengan keadaan
tubuhnya yang penuh dengan luka dan darah, rambutnya yang sangat kacau, ia
mencoba berlari keluar rumah dengan tenaga yang masih tersisa. Ajusshi itu kini
dalam keadaan yang sangat mabuk. Ia tidak menyadari bahwa seseorang yang sedari
tadi ia pukuli itu, kini sudah tak ada lagi dihadapannya.
Dengan nafas yang terengah-engah, mata yang sayu, dan
cara berjalan yang tak mampu berdiri lagi, ia membuka kasar sebuah pintu dan
melihat 2 orang pemuda yang berada didalam ruangan itu dengan mengenakan
seragam polisi tengah menatap Sungmin terkejut sebelum pemandangan dimatanya
kini menjadi gelap.
“Tolong aku”
Sungmin tergeletak pingsan dipintu itu dihadapan 2 orang
polisi yang sekarang tengah menolongnya.
Flashback off
Ya. Sekiranya itu yang masih
teringat lekat di otaknya. Sesuatu hal yang ia sendiri tidak manyangka ia akan
melakukan semua itu.
Melaporkan appa sendiri kepada pihak yang berwajib. Tapi chakkaman! Orang biadab itu bukanlah appa nya.
Semenjak saat dimana Sungmin
datang ke kantor polisi 1 bulan yang lalu, akhirnya ia mendapatkan jawaban dari
satu pertanyaan yang selalu terlintas di hatinya. Sebab mengapa ajusshi yang ia panggil appa itu tidak menyayanginya,
memperkerjakannya secara paksa, dan tak jarang memukulinya itu karena ia
bukanlah appa kandungnya. Ternyata,
selama ini Sungmin adalah korban penculikan. Lelaki tak bermoral itu yang
mengaku sendiri saat ia tengah diintrogasi.
Sungmin benar-benar tidak
menyangka, selama ini ia bekerja keras hanya untuk menghidupi seseorang yang
telah menjauhkannya dengan keluarga kandungnya, dan merampas masa kanak-kanak
yang seharusnya ia lalui dengan senyuman manja seperti teman-temannya di sekolah.
Sungmin sungguh membenci
laki-laki yang selama ini ia anggap sebagai appa
nya itu.
Tetapi, terdapat satu hal yang
membuat Sungmin lebih membencinya. Laki-laki itu sama sekali tidak mengingat
siapa keluarga Sungmin dan dimana ia menculik Sungmin. Tidak salah! Minuman
keras itulah yang menjadi salah satu faktor penyebab saraf di dalam otak bagian
tengahnya terganggu, selain usia. Sehingga menyulitkan untuk mengingat kejadian
yang sudah 18 tahun berlalu lamanya.
Meski laki-laki itu kini
mendapat hukuman penjara yang setimpal tetapi tetap saja jauh tidak akan mampu
membalas semua yang semua Sungmin rasakan. Rasa sakit di tubuhnya maupun rasa
sakit didalam hatinya.
Tetapi, Sungmin kini tak mau
mengingat kehidupan lamanya yang begitu ironis. Ia memutuskan untuk menikmati
dunianya saat ini. Ia benar-benar sangat senang dengan apa yang didapatnya
kini.
Ia dipindahkan ke Seoul untuk
melanjutkan kuliahnya dan menjalani masa depannya di kota yang tidak pernah
tidur itu, setelah 1 bulan ia tinggal dirumah sakit akibat luka yang
dideritanya cukup serius.
Dan di tempat inilah ia
sekarang.
Duduk di sebuah kursi balkon
apartement mewah yang disediakan khusus untuknya. Ia sangat tidak menyangka,
ternyata ada saatnya apa yang dia inginkan terpenuhi. Itulah penyebab garis
lurus bening mengalir di mata indahnya saat ini.
Dilihatnya sesuatu yang bulat
melingkar di tangan kirinya. Tepat pukul 20.15 malam.
“Hm, besok adalah hari
pertamaku masuk kuliah. Sebagai anak yang disiplin, tentu saja aku tidak boleh
terlambat.”
Benar. Sungmin termasuk salah
satu siswi pintar dan terkenal baik kedisiplinannya saat ia duduk di bangku
sekolah. Walaupun, ia terlihat sederhana dan tidak banyak tingkah tetapi
teman-temannya sangat menghargainya. Sungmin dipandang baik oleh semua isi
sekolah. Anak itu selain cantik dan pintar tetapi juga sangat menguasai matrial
arts. Entah dari mana ia belajar mengenai olahraga yang terbilang extrime itu. Yang jelas, ia sering
disebut dengan sebutan ‘primadona’.
Lihatlah! Sungmin benar-benar
memiliki paras yang cantik. Kulit putihnya yang lembut, bibir plump nya yang merah berbentuk huruf
‘M’, kaki jenjangnya yang sangat pas dengan sosok seorang Lee Sungmin. Walaupun,
terkadang teman-temannya merasa aneh dengan wajah Sungmin yang tak jarang
terdapat banyak luka lebam.
Namun demikian, luka lebam itu
tak menghalangi kecantikannya yang tiap hari semakin bersinar atau bahkan
mengurangi jumlah teman laki-laki di sekolahnya yang selalu memandangi Sungmin
dengan tatapan ‘bodoh’. Ya, begitulah Sungmin menyebutnya.
Sungmin melangkahkan kakinya
masuk kedalam dan menutup pintu balkon. Tak lama setelah itu, Sungmin
merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
Mimpi indahlah Lee Sungmin~
Mata foxy itupun kini terpejam.
.
Pada waktu yang sama, namun di
tempat yang berbeda. Terlihat seorang pemuda menatap sebuah benda dengan
tatapan meremehkan.
“Huh, apa-apaan yeojya itu? Sembarangan sekali
membuatkanku makanan yang entah terjaga atau tidak kebersihannya seperti ini?”
Dilemparkannya kotak makan itu
ke tempat sampah yang berada tak jauh dari sofa yang ia duduki saat ini.
“Kau tidak pernah berubah Kyu!”
Terlihat sesosok namja tengah berdiri dengan kopernya di
pintu rumah mewah itu.
“Shindong Hyung!”
Seseorang yang dipanggil Kyu
itu menoleh dan betapa terkejutnya ia melihat sepupu yang lama tinggal di
Jepang itu kini berada di hadapannya.
“Mendadak sekali, eoh?
Beraninya tak memberi kabar terlebih dahulu”
Kyu segera berlari dan memeluk hyung yang sangat ia rindukan itu.
“Semua ini karena salahmu!
Siapa bilang aku tak memberi kabar bahwa aku akan ke Korea? Apa kau sama sekali
tidak sadar dengan ponselmu itu?”
Shindong memalingkan wajahnya
bertindak seolah-olah ia sedang marah pada namja
yang berada di depannya.
“Ponsel? Ah ! Mian hyung.
Aku meninggalkannya di mobilku!”
Ia memukul dahinya sendiri.
“Karena kau aku jadi harus
mengeluarkan uangku untuk membayar supir taxi
itu. Ya sudah lupakan! Anggap saja aku sedang berbaik hati kali ini.”
Shindongpun kini berjalan
menuju sofa dan merebahkan tubuhnya. Mengeluarkan rasa lelah yang ia rasakan
sejak dari airport Incheon itu.
Sedangkan sepupunya, Kyu pergi
menuju dapur dan tak lama kemudian ia membawakan segelas jus buah berwarna orange.
“Untukmu! Anggap saja ini
sebagai tanda permintaan maafku!”
“Ternyata masih ada secuil
kebaikan yang terselip di hati iblis sepertimu, hm?”
Shindong meminum air yang
berada di hadapannya tanpa memperdulikan tatapan mematikan dari sepupu yang
duduk di sampingnya.
“Lalu bagaimana dengan karirmu,
Kyu?”
“Melaju dengan pesat. Banyak
sekali yang mengharapkan aku datang menjadi bintang tamu dalam setiap acaranya.
Tawaran bermain film pun memenuhi
agendaku.”
Shindong meliriknya.
“Kau tahu Kyu? Bahkan sekarang
kau menjadi bahan perbincangan di Jepang. Kau sangat terkenal dalam bidang
suara atau acting mu. Harus ku akui,
aku bangga menjadi sepupu seorang Cho Kyuhyun.”
Kyuhyun menyeringai menampakan
aura seorang aktrist yang sedang di kerumuni kesuksesan saat ini.
Biar kujelaskan, Cho Kyuhyun.
Ia adalah seorang penyanyi dan aktor yang sangat tampan dan bertalenta. Dengan
suara emas dan parasnya yang rupawan, tak menutup kemungkinan ia termasuk
aktrist paling top di Korea Selatan. Hidupnya sangatlah sempurna.
Shindong kini tengah mendapati
sebuah kotak yang berada di tempat sampah di samping televisi di depannya.
“Barang apa yang sempat kau
lemparkan tadi, eoh?”
“Hm? Barang apa?”
“Itu !”
Shindong menunjuk-nunjukan
jarinya ke tempat dimana kotak itu berada.
“Oh ! itu makanan dari seorang
penggemar wanita yang sengaja
menemuiku di lokasi syuting tadi
siang.”
Kyuhyun berbicara dengan wajah
malas.
“Mengapa kau membuangnya?”
“Lalu apa yang harus kulakukan
selain membuangnya? Mengotori rumahku saja.”
Terdengar suara decihan dari
mulut namja berwajah tampan tersebut.
“Sampai kapan kau akan terus
begini? Kau tidak berniat mempunyai seorang wanita?”
“Untuk apa? Hidupku ini sudah
sempurna, hyung. Semua wanita sama
saja. Membosankan. Mereka hanya akan menodai hidupku.”
Shindong menatapnya malas.
“Tidak semua wanita sama
seperti apa yang kau pikirkan. Satu diantara mereka pasti ada yang akan menarik
perhatianmu dan kupastikan dia tidak akan menerimamu begitu saja.”
“Benarkah? Nugu? Asal kau tahu hyung, semua
yeojya bisa dengan mudahnya ku
dapatkan jika aku mau.”
“Kau terlalu percaya diri Kyu.”
Shindong menepuk bahunya
sekilas sebelum berdiri dan meninggalkan Kyuhyun yang menatapnya horor.
“Bisa-bisanya dia berkata
seperti itu? Bahkan dirinya sendiripun lebih menyedihkan. Sudahlah, aku harus
bersiap-siap untuk kuliahku besok.”
Kyuhyun pun segera menaiki
tangga menyusul sepupunya Shindong berniat untuk tidur.
To Be Countinued
Terima Kasih
By : Dewi Suharyanti